Tuesday, March 8, 2016

E G O


By: Linda 
Setiap orang memiliki rasa Ego. Rasa ego adalah rasa yang timbul manakala seseorang merasa dirinya paling tinggi dan kemudian direndahkan.

Ada rasa Ego yang mampu membuat seseorang lupa diri dan tdk lagi mau memberikan ruang bagi orang lain untuk bertanya dan memberikan pendapat ataupun saran.

Hanya dirinyalah saja yang dianggap mampu dan tahu.
Sahabat,.. dalam keseharian kita bergaul, kita bercengkrama di kehidupan ini, terkadang ada rasa yang tak mudah untuk kita hindari.

Rasa dimana kita menganggap diri kitalah yang terbaik dan yang paling tahu. Tahukah engkau duhai sahabat bahwa sesungguhnya rasa Ego dalam diri kita dapat kita gunakan untuk membuat diri kita memahami makna dari apa yang kita hadapi.

Semisal persoalan pelik yang dihadapi, dimana umumnya kita selalu saja berkutat, bertahan dengan apa yang menjadi prinsip kita.

Tak ada kompromi samasekali akan hal itu. Seakan-akan semuanya hanya bisa terselesaikan dengan mengutamakan Ego kita.

Adakah cara tersebut dapat mencairkan dan merubah persoalan menjadi lebih baik, teman??

Ternyata tidak selalu harus dengan cara demikian. Ingatlah ketika Rasulullah SAW menengahi persoalan yang dihadapi oleh masyarakat di Mekkah ketika Batu Hajar Aswad akan diletakkan di sisi Ka'bah. 

Dimana masing-masing kaum pada zaman itu mengklaim bahwa kaumnyalah yang paling berhak untuk mengangkat dan meletakkan batu Hajar Aswad di sisi Ka'bah.

Di diantara mereka tidak ada yang mau mengalah sehingga terjadilah perselisihan dan ketegangan yang hampir saja melukai diri-diri mereka sendiri.

Pada saat yang genting itu timbullah niat dalam diri kaum yang berselisih untuk mencari penengah yang akan memutuskan persoalan yang sedang mereka hadapi.

Dan akhirnya merekapun tiba pada kesepakatan untuk mencari dan memilih seseorang yang dianggap adil dan netral yang akan memberikan keputusan atas persoalan tersebut dan pilihan itu jatuh pada Rasulullah SAW yang pada saat itu juga terlibat dalam pekerjaan tersebut.

Beliau dikenal sebagai seorang yang amat terpercaya kata-katanya dan tak pernah ingkar dari janjinya. Sehingga masyarakat Mekkah menggelarinya dengan Al-Amin yakni yang dapat dipercaya.

Tak ada satupun yang meragukan kejujuran beliau. Maka bersepakatlah para pemimpin kaum untuk menjadikan beliau sebagai hakim yang akan memberikan keputusan yang adil.

Dan kemudian tampillah beliau di hadapan para pemimpin kaum untuk memberikan petunjuk dan keputusannya. Beliau dengan kecemerlangan hati dan bathinnya menyampaikan bahwa setiap kaum memiliki hak dan kehormatan yang sama untuk melakukan pekerjaan tersebut.

Tak ada kaum yang direndahkan ataupun lebih utama. Dan kemudian beliau meminta untuk diberikan selembar kain yang lebar. Tatkala kain telah diberikan, kemudian beliau menghamparkan kain itu di atas permukaan tanah. 

Dan kemudian beliau bersegera mengangkat dan meletakkan batu Hajar Aswad di atas kain yang terhampar.

Semua yang hadir terdiam. Tak ada suara yang menyanggah. Semuanya memperhatikan dengan seksama gerangan apa yang akan dilakukan oleh Rasulullah SAW setelah itu. 

Dan tanpa diduga ternyata kain itu adalah kain yang menjadi jembatan untuk menyatukan pendapat kaum yang berselisih.

Selembar kain yang menjadi saksi betapa kecemerlangan hati dan jiwa mampu meredam tingginya rasa Ego.

Sahabat,.. ketika kain telah dihamparkan dan batu Hajar Aswad telah diletakkan oleh Rasulullah maka berserulah Nabiyullah Muhammad kepada para pemimpin kaum untuk maju dan memegang ujung-ujung kain tersebut.

Maka serentaklah para pemimpin itu berdiri dan memegang ujung kain yang terhampar.

Setelah itu, kain itupun diangkat dan dibawa bersama-sama oleh mereka semuanya. Ketika batu Hajar Aswad akan diletakkan pada tempatnya semula maka bersama-samalah mereka berseru dan meminta Rasulullah untuk meletakkannya di tempat awalnya.

Sahabat,.. apakah saat diberikan kepercayaan untuk memimpin pemindahan batu ada terlihat Ego dalam diri Rasulullah SAW?

Sesungguhnya tak ada yang memberikan gelar Al-Amin kepada beliau melainkan adalah masyarakat Mekkah yang telah menjadi saksi betapa keluhuran buti pekerti beliau demikian kuat terpatri dalam hati mereka.

Apakah beliau lebih mengutamakan dirinya atau kaumnya? Ternyata tidak teman. Beliau dengan kecemerlangan hati dan jiwanya mampu mengatasi dan menjadi solusi dari persoalan dan ketegangan yang terjadi.

Satu cara yang sederhana namun mampu mengurai benang kusut dari persoalan besar dan rumit menurut orang-orang yang tak mampu meredam Ego dan tak mau mangalah.

Ternyata teman, Ego tidak harus selalu diselesaikan dengan rasa Ego juga. Dengan kesadaran hati dan jiwa kita maka kita akan mampu melihat setiap persoalan yang ada sebagai jalan untuk mengasah kemampuan diri kita dalam meredam rasa Ego.

Ego adalah nafsu, nafsu adalah bagian yang tak terpisahkan dari diri kita sebagai manusia yang hidup di dunia ini.

Nafsu tidak selamanya harus dikendalikan dengan nafsu juga teman, namun dengan kearifan dan kekuatan hati dan jiwa, kita mampu mencairkan dan meruntuhkannya.

Ibarat sebuah pohon yang diterpa angin yang kencang, apakah untuk selamat dia akan tegak berdiri menahan hempasan angin?

Ternyata tidak kawan, sang pohon berupaya mengikuti hembusan angin dengan meliuk-liukkan tubuhnya sekuat tenaga agar tetap bisa bertahan namun tidak terbawa oleh arus angin tersebut.

Akan berbeda ketika pohon tersebut melawan arah angin, mungkin dengan sangat mudah ia akan terhempas dan tumbang.

Hikmah selalu dapat kita petik dari sebuah cara sederhana yang timbul dari kemampuan diri kita untuk meredam rasa Ego. Ego yang tinggi hanya akan menumpahkan air muka kita sendiri teman.

Belajar dari pengalaman, belajar dari kehidupan orang-orang yang hidup sebelum kita adalah satu cara untuk memahami dan menghalau rasa Ego.

Bahwasanya tak mudah untuk membuang Ego, namun dengan kesadaran dan kekuatan hati kita, Ego dapat menjadi jalan bagi kita untuk mengambil hikmah dan berpikir lebih dalam tentang sebuah perjalanan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalamnya.

Sahabat, hidup penuh dengan keegoan tak selamanya mampu menambah keyakinan kita untuk mengubah dan mencairkan masalah.

Namun dengan kearifan dan kerendahan hati yang luhur dapat mengubah dan bahkan dapat mengangkat sebuah gunung yang tinggi.



Betapa kekuatan hati itu amatlah dahsyat teman. Tak ada yang mampu menolak dan mematahkannya. Karena hati adalah tempat kita bertanya, hati tempat kita bercengkrama, sudahkah segala sesuatunya sesuai dengan takarannya?"

Jika melampaui batas, maka dia akan menjawabmu, dan bila telah sesuai maka dengan takarannya maka diapun akan menjawabmu.

Janganlah rasa Ego membuatmu khilaf dan lupa... teman. Semua adalah cobaan, semua adalah ujian yang ditampakkan untuk menguji seberapa mampu engkau bertahan dan seberapa mampu dirimu berikhtiar.

Hidup adalah perjuangan. Perjuangan untuk menempa diri kita menjadi manusia yang lebih baik, menjadi manusia yang lebih mampu menerima dan belajar dari setiap perjalanan hidup yang kita lalui. Yang kelak akan kita hadapkan pada DIA sang pemilik hidup kita yang sesungguhnya.

Semoga uraian tentang Ego yang tertuang dalam pena ini dapat menjadi renungan bagimu dan diriku teman. Karena dalam renungan tak ada Ego, tak ada hasrat yang bakhil, yang ada adalah kemurnian hati yang senatiasa berbicara tentang petunjuk dan kemurnian hidup.

Berpikir dan merenunglah,.. dari mana dan kemana gerangan hidup penuh ego tersebut akan kita bawa teman?

Jangan biarkan dirimu terlena dan lupa..., bahwa sesungguhnya hidup adalah sebuah perjalanan yang akan mengantarkan kita pada titik nadir kehidupan ini ke kehidupan yang pasti dan nyata bersama DIA sang pemilik kehidupan sejati.

@Linda - tadabbur hatiku pagi ini dalam perjalanan merenungi Ego diri yang mengganggu.

No comments:

Post a Comment